Dampak Kebijakan Tarif Trump: Tantangan dan Peluang bagi Emiten Komponen Otomotif Indonesia

Selasa, 04 Februari 2025 | 11:15:39 WIB
Dampak Kebijakan Tarif Trump: Tantangan dan Peluang bagi Emiten Komponen Otomotif Indonesia

Pada tanggal 4 Februari 2025, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, resmi memberlakukan kebijakan tarif impor baru. Kebijakan ini menetapkan tarif sebesar 25% untuk produk yang diimpor dari Kanada dan Meksiko, serta 10% untuk barang dari China, meskipun tarif untuk Meksiko sementara ditunda. Kebijakan ini diperkirakan akan memberikan dampak luas terhadap perdagangan global, termasuk ke Indonesia, yang merupakan salah satu eksportir komponen otomotif ke AS.

Potensi Dampak bagi Emiten Indonesia

Salah satu perusahaan yang diproyeksikan terdampak adalah PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA), sebuah perusahaan manufaktur komponen otomotif yang menargetkan ekspor ke AS mencapai US$ 26,8 juta pada tahun 2025. Fath Aliansyah Budiman, Head of Investment Specialist PT Maybank Sekuritas Indonesia, mencermati kontribusi penjualan ekspor DRMA berdasarkan laporan keuangan per kuartal III-2024. Dari total penjualan sebesar Rp 4 triliun, kontribusi dari ekspor mencapai Rp 8,4 miliar.

"Apabila kenaikan jumlah ekspor ke Amerika Serikat dapat dinaikkan sebesar target perusahaan, kontribusinya memang mengalami kenaikan secara signifikan namun belum bisa menggantikan dominasi penjualan domestik," kata Fath.

Fath menambahkan bahwa dengan asumsi penjualan domestik mencapai Rp 5 triliun pada 2025 dan ekspor ke AS sebesar Rp 436 miliar, kontribusi ekspor masih berada di bawah 10%. Dengan demikian, bahkan jika terjadi kenaikan tarif yang lebih tinggi di masa depan, dampaknya terhadap kinerja keseluruhan DRMA diperkirakan tetap minimal.

Risiko dan Strategi Diversifikasi

Ekky Topan, Investment Analyst dari Infovesta Kapital Advisori, turut menambahkan bahwa jika AS benar-benar menerapkan tarif impor terhadap Indonesia, hal ini dapat menghambat kinerja ekspor otomotif nasional. Peningkatan biaya produk yang masuk ke AS berpotensi melemahkan daya saing di pasar tersebut. Selain DRMA, PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) juga berisiko terdampak, mengingat perusahaan ini turut melakukan ekspor ban ke AS.

Namun, Ekky juga melihat situasi ini sebagai peluang. Jika tarif impor AS terhadap negara lain lebih tinggi, hal ini bisa membuat produk dari negara lain menjadi lebih mahal sehingga membuka kesempatan bagi GJTL dan DRMA untuk menjadi lebih kompetitif di pasar AS. "Untuk sisi strategi, emiten perlu melakukan diversifikasi pangsa pasar ekspor ke negara-negara yang kebijakan dagangnya lebih kondusif," ucap Ekky .

Analisis Teknis Saham DRMA dan GJTL

Dalam konteks saham, jika kebijakan AS menghasilkan situasi yang menguntungkan untuk Indonesia, dan jika DRMA mampu menyesuaikan strategi ekspornya, maka secara teknikal, saham DRMA berpeluang menguat dengan target resistance terdekat di Rp 1.000 dan berpotensi melanjutkan kenaikan ke Rp 1.100. Namun, jika gagal menembus resistance, DRMA berisiko mengalami penurunan di bawah support Rp 900, dengan potensi koreksi lebih lanjut ke area Rp 940–Rp 950 per saham.

Begitu pula dengan GJTL, yang juga perlu mempertimbangkan penyesuaian strategi yang tepat berdasarkan perkembangan kebijakan tarif ini untuk memitigasi risiko dan memanfaatkan peluang yang ada.

Kendati kebijakan tarif ini menggarisbawahi tantangan baru bagi emiten komponen otomotif Indonesia, terdapat pula peluang terselubung yang dapat dieksplorasi. Diversifikasi dan strategi ekspor yang adaptif menjadi kunci agar perusahaan-perusahaan ini bisa bertahan dan bahkan memanfaatkan situasi pasar yang dinamis. Dalam menghadapi ketidakpastian ini, langkah inovatif dan responsif menjadi sangat krusial bagi keberlanjutan pertumbuhan dan daya saing emiten otomotif Indonesia di pasar global.

Terkini