Asippindo

Asippindo Dorong Regulasi Tambahan OJK Demi Perkuat Industri Penjaminan

Asippindo Dorong Regulasi Tambahan OJK Demi Perkuat Industri Penjaminan
Asippindo Dorong Regulasi Tambahan OJK Demi Perkuat Industri Penjaminan

JAKARTA - Di tengah semakin kompleksnya kebutuhan pembiayaan nasional, industri penjaminan memiliki peran yang tak bisa diabaikan, baik dalam mendorong akses pembiayaan maupun menjaga stabilitas pasar. 

Namun industri ini dinilai belum sepenuhnya memiliki fondasi regulasi yang memadai untuk mendukung perkembangan jangka panjangnya. Kondisi itulah yang mendorong Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asippindo) untuk meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat perangkat aturan yang mengatur sektor ini.

Permintaan tersebut bukan sekadar dorongan administratif, tetapi bagian dari upaya membangun ekosistem penjaminan yang lebih kuat, kompetitif, dan mampu bertahan di tengah dinamika risiko yang terus bergerak. 

Regulasi yang lebih komprehensif diyakini mampu menciptakan standar dan disiplin industri, sehingga para pemainnya dapat beroperasi secara lebih sehat dan setara.

Sekretaris Jenderal Asippindo, Agus Supriadi, menegaskan bahwa kebutuhan terhadap aturan tambahan ini merupakan langkah penting agar laju pertumbuhan industri dapat berlangsung lebih optimal dan berkelanjutan. 

Menurutnya, sektor penjaminan masih memerlukan beberapa penyempurnaan dasar, terutama dalam aspek yang terkait dengan modal, tata kelola, dan standar pelaporan.

“Dengan demikian, dapat tercipta level playing field atau persaingan yang sehat antar pelaku industri,” katanya.

Aspek Regulasi yang Dinilai Masih Perlu Diperkuat

Agus menjelaskan bahwa sejumlah aturan yang saat ini berlaku telah memberi arah yang cukup jelas, namun industri tetap membutuhkan instrumen tambahan untuk menghadapi tantangan risiko yang semakin beragam. 

Salah satu yang menjadi fokus adalah peningkatan permodalan minimum untuk memperkuat profil kesehatan perusahaan penjaminan. Dengan modal lebih kokoh, lembaga penjaminan dapat menanggung risiko yang lebih besar dan memberikan ruang inovasi yang lebih luas.

Selain itu, penguatan manajemen risiko dianggap krusial. Industri penjaminan beroperasi di ruang antara lembaga keuangan dan pelaku usaha, sehingga risiko yang dihadapi kerap kali bersifat multilapis. Tanpa kerangka manajemen risiko yang solid, perusahaan akan sulit menjaga keberlanjutan portofolio penjaminannya.

Aspek lain yang dinilai penting adalah standarisasi tata kelola dan pelaporan. Industri ini mencakup pelaku dengan skala yang beragam, dari perusahaan nasional hingga lembaga daerah seperti Jamkrida. Standar tata kelola yang seragam akan memastikan seluruh entitas berada dalam tingkat kepatuhan dan transparansi yang sama.

Dorongan untuk Aturan Soal Penjaminan Ulang dan Reasuransi

Tidak hanya aturan dasar, Asippindo juga menilai bahwa regulasi khusus terkait mekanisme penjaminan ulang, reasuransi, dan skema co-guarantee perlu semakin diperkuat. Skema-skema tersebut menjadi salah satu pilar utama untuk memperluas kapasitas penjaminan tanpa harus menambah risiko perusahaan secara berlebihan.

Dengan adanya aturan lebih detail mengenai penjaminan ulang dan reasuransi, lembaga penjaminan dapat memitigasi risiko gagal bayar lebih efektif. Hal ini penting mengingat banyak sektor pembiayaan kini berkembang lebih cepat daripada kapasitas penjaminannya.

Agus menambahkan bahwa dengan dukungan regulasi tambahan, lembaga penjaminan juga memiliki ruang lebih untuk melakukan inovasi, termasuk membuka diversifikasi portofolio yang lebih luas namun tetap terkendali dari sisi risiko.

Regulasi Baru OJK yang Sudah Terbit Sepanjang 2025

Sepanjang tahun 2025, OJK sebenarnya telah mengeluarkan sejumlah ketentuan penting untuk industri penjaminan. Salah satunya adalah Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2025 tentang Sertifikasi Kompetensi Kerja bagi Perusahaan Perasuransian, Lembaga Penjamin, Dana Pensiun, serta Lembaga Khusus di bidang terkait. 

Kebijakan ini mempertegas pentingnya kompetensi sumber daya manusia sebagai fondasi utama dalam tata kelola lembaga keuangan.

Selain itu, OJK juga menerbitkan dua aturan penting, yaitu Peraturan OJK (POJK) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin serta POJK Nomor 11 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Penjamin. Keduanya diundangkan pada 6 Mei 2025 dan mulai berlaku efektif pada 6 November 2025.

Kedua aturan tersebut memuat sejumlah ketentuan strategis. Dalam POJK 10/2025, antara lain diatur mengenai peningkatan modal disetor bagi perusahaan penjaminan baru serta perluasan wilayah operasional bagi Jamkrida untuk daerah yang belum memiliki lembaga serupa. Kebijakan ini ditujukan untuk mengurangi ketimpangan akses penjaminan di berbagai wilayah.

Ketentuan Penting dalam POJK 11/2025

POJK 11/2025 mengatur mengenai penyelenggaraan usaha lembaga penjamin dengan lebih rinci. Beberapa poin krusialnya mencakup kewajiban peningkatan ekuitas bagi perusahaan yang sudah beroperasi. 

Aturan ini memberikan tekanan agar lembaga penjaminan terus memperkuat struktur permodalan mereka sejalan dengan peningkatan risiko penjaminan.

Salah satu poin yang menjadi perhatian industri adalah kewajiban re-sharing dengan kreditur minimal 25% dari nilai outstanding penjaminan. Sementara itu, untuk produk terkait perdagangan atau trade, re-sharing minimum ditetapkan sebesar 10%. 

Ketentuan re-sharing ini diharapkan dapat mendorong disiplin risiko sekaligus mengurangi ketergantungan penuh kepada penjamin.

OJK juga menetapkan batas maksimum biaya akuisisi yaitu 10% dari Imbal Jasa Penjaminan (IJP). Aturan ini bertujuan menjaga biaya penjaminan tetap wajar dan tidak membebani kreditur atau pelaku usaha yang mendapatkan fasilitas penjaminan.

Salah satu perubahan signifikan lainnya adalah penghapusan batas maksimum gearing ratio untuk kegiatan produktif. Sebelumnya, batas tersebut berada di angka 20 kali, namun kini gearing ratio maksimum untuk seluruh jenis penjaminan ditetapkan menjadi 40 kali dari ekuitas. 

Kebijakan ini memberikan ruang lebih luas bagi lembaga penjaminan untuk menyalurkan penjaminan sesuai kapasitas ekuitasnya, namun tetap berada dalam batas yang dianggap sehat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index