JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti pentingnya kewaspadaan perbankan nasional terhadap potensi risiko pasar dan likuiditas yang timbul akibat dinamika ekonomi global, termasuk ketidakpastian tingkat suku bunga.
Menurut OJK, perkembangan ekonomi internasional seperti perlambatan di China serta meningkatnya tensi geopolitik global dapat memberikan tekanan pada perekonomian domestik.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa pihaknya terus mengamati dampak volatilitas ekonomi global terhadap stabilitas perekonomian Indonesia, khususnya sektor perbankan.
"Pengawasan individual terhadap perbankan dilakukan secara intensif dan berkesinambungan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan nasional, tidak hanya tahun ini tetapi juga di masa mendatang," ungkap Dian dalam keterangannya yang terkait Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) kuartal II/2024 pada Senin (18/11/2024).
Selama paruh pertama 2024, OJK mencatat bahwa ekonomi global cenderung stagnan, dengan ketidakpastian tinggi di pasar keuangan internasional serta pertumbuhan ekonomi yang tidak merata di berbagai negara.
Situasi ini dipengaruhi oleh tingkat inflasi yang masih di atas target di sejumlah negara, mendorong Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat mempertahankan suku bunga hingga pertengahan tahun sebelum akhirnya mulai menurunkannya pada kuartal ketiga.
Sebagai respons, OJK mendorong perbankan nasional untuk memperkuat daya tahan mereka melalui peningkatan permodalan serta pengelolaan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) secara memadai. Pada Semester I/2024, pertumbuhan kredit bank umum mencapai 12,36% secara tahunan (YoY), lebih tinggi dibandingkan 7,76% pada periode yang sama tahun lalu. Kenaikan ini didorong oleh permintaan kredit dari segmen korporasi, yang menunjukkan kinerja penjualan dan kemampuan bayar yang solid.
Selain itu, dana pihak ketiga (DPK) juga mencatat pertumbuhan sebesar 8,45% YoY, naik dibandingkan 5,79% pada tahun sebelumnya. Kenaikan ini menjadi salah satu faktor utama yang membantu menjaga likuiditas perbankan tetap memadai.
"Likuiditas perbankan terpantau cukup sehat, seperti terlihat dari rasio AL/NCD (alat likuid/non-core deposit) sebesar 112,33% dan AL/DPK (alat likuid/dana pihak ketiga) sebesar 25,37%," tutup pernyataan OJK.