Prof. Anis Karuniawati: Empat Faktor Utama Penyebab Penyebaran Mikroba Resisten Obat dan Pentingnya Pendekatan One Health

Prof. Anis Karuniawati: Empat Faktor Utama Penyebab Penyebaran Mikroba Resisten Obat dan Pentingnya Pendekatan One Health

Depok — Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Prof. dr. Anis Karuniawati, menjelaskan empat faktor utama yang memicu perkembangan dan penyebaran mikroba resisten obat atau antimicrobial resistance (AMR). Menurutnya, AMR dapat disebabkan oleh:

  1. Penggunaan antibiotik, swa-medikasi, dan faktor lain di masyarakat;
  2. Pemakaian antibiotik di fasilitas layanan kesehatan;
  3. Penggunaan antibiotik dalam produksi pangan, peternakan, dan pertanian; serta
  4. Penyebaran bakteri resisten di lingkungan akibat ketiga faktor tersebut.

Prof. Anis menjelaskan bahwa resistensi antimikroba terjadi ketika mikroba yang sebelumnya dapat dimatikan oleh antibiotik atau antimikroba, kini mampu bertahan hidup. Kondisi ini timbul secara alami melalui mutasi spontan atau transfer gen resisten antara bakteri. Resistensi dapat bersifat mono-resisten atau bahkan multi-drug resistant (MDR), yang berarti kebal terhadap beberapa antibiotik sekaligus.

Tantangan Implementasi Konsep One Health di Indonesia

Untuk mengatasi AMR, Indonesia mengadopsi Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba (RAN-AMR) sesuai rekomendasi World Health Assembly pada 2017. Ditetapkan dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nomor 7 Tahun 2021, RAN-AMR mengusung konsep one health—pendekatan integratif yang menyatukan kesehatan manusia, hewan, dan ekosistem dalam menangani AMR.

Konsep one health, yang diinisiasi pada 2004 sebagai one world-one health, menekankan sinergi lintas sektor dan keilmuan. Meskipun konsep ini menjanjikan, banyak negara, termasuk Indonesia, menghadapi hambatan struktural pemerintahan yang sektoral, membatasi kerja sama transdisipliner yang dibutuhkan. Prof. Anis menyoroti tantangan ini sebagai salah satu hambatan dalam mengintegrasikan data dan aksi multisektor, sekaligus menyerukan kolaborasi akademisi untuk membangun interaksi ilmiah sains-sosial guna memperkuat konsep ini.

Prof. Anis juga menekankan pentingnya komitmen dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan sektor swasta, untuk menyediakan dana dan koordinasi lintas sektor, serta membangun kerja sama dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama. “Implementasi RAN-AMR harus relevan dengan program di berbagai kementerian dan melibatkan tokoh masyarakat mengingat keragaman adat dan budaya di Indonesia,” ujar Prof. Anis.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index