Jakarta - Dalam upaya memperkuat pengaturan dan tata kelola industri fintech peer-to-peer lending (Pindar), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memperkenalkan sejumlah kebijakan baru yang mendapatkan dukungan penuh dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Kebijakan ini mencakup penyesuaian batas suku bunga, kategori pemberi dana, dan batas usia minimum pengguna, yang diharapkan dapat menciptakan ekosistem pinjaman daring lebih sehat dan berkelanjutan.
Ketua Umum AFPI, Entjik S Djafar, menyatakan komitmen asosiasi untuk mendukung kebijakan tersebut demi meningkatkan kualitas pendanaan dan melindungi konsumen. "Kami siap bekerja sama dengan OJK dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan praktik tata kelola yang baik, transparansi, dan keadilan," ungkap Entjik dalam keterangan pers, Jumat, 3 Januari 2025.
Entjik menambahkan bahwa masih terdapat banyak masyarakat yang belum terjangkau oleh layanan keuangan formal, khususnya mereka yang membutuhkan pendanaan dalam jumlah kecil dan jangka pendek. "Pendanaan jenis ini sangat penting untuk membantu masyarakat memulai perjalanan keuangan mereka," ujarnya. Dengan demikian, kebijakan terbaru ini akan memberikan dampak positif bagi upaya inklusi keuangan di Indonesia.
Riset EY (MSME Market Study and Policy Advocacy) menunjukkan adanya potensi credit gap yang diproyeksikan akan membesar menjadi 2.400 triliun rupiah per tahun pada 2026. Kondisi tersebut menggambarkan peluang sekaligus tantangan bagi para pemangku kepentingan untuk menyediakan akses pembiayaan alternatif, termasuk bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia.
AFPI menyadari pentingnya peran Pindar dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif. Hingga September 2024, sektor ini telah menyalurkan akumulasi pendanaan sebesar Rp 978,4 triliun kepada 137,35 juta borrower, menunjukkan kontribusi signifikan terhadap perekonomian. "Kehadiran Pindar telah memberikan kontribusi penting, dan kami akan terus memantau perkembangan industri serta memberikan edukasi kepada masyarakat agar bijak dalam memanfaatkan layanan Pindar," tambah Entjik.
Industri fintech P2P lending, menurut Entjik, bukan hanya tentang pertumbuhan angka tetapi juga kualitas. "Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tidak hanya tentang angka, tetapi juga tentang kualitas pertumbuhan. Mendukung pertumbuhan industri ini dapat mendorong terciptanya ekonomi yang lebih inklusif dan berdaya tahan. Hal ini sejalan dengan marwah utama Pindar," pungkasnya.
Sejak awal kemunculannya, Pindar telah menjadi solusi bagi banyak individu dan UMKM untuk mendapatkan akses pembiayaan secara cepat dan efisien. Dengan adanya dukungan dari OJK dan AFPI, industri ini diharapkan dapat terus berkembang secara sehat dan mampu menghadapi tantangan yang ada.
Kebijakan baru dari OJK dan dukungan AFPI menunjukkan perhatian serius terhadap penguatan regulasi dan peningkatan literasi keuangan di kalangan masyarakat. Ini sekaligus membuktikan komitmen dari berbagai pihak untuk menjadikan fintech sebagai pilar penting dalam landscape ekonomi digital Indonesia.
Melalui kerja sama yang solid antara regulator, pelaku industri, dan pemangku kepentingan lainnya, diharapkan ekosistem Pindar dapat berkembang lebih baik lagi di masa depan. Dengan demikian, tidak hanya meningkatkan inklusi keuangan tetapi juga memberi dampak positif pada pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan.
Dengan keberhasilan implementasi kebijakan yang baru, industri P2P lending di Indonesia akan semakin kuat menjalani fungsi vitalnya sebagai sumber pendanaan alternatif yang dipercaya, teratur, dan bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.