JAKARTA - Indonesia memperoleh banyak keuntungan dari beroperasinya smelter katoda tembaga kedua milik PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur. Proses hilirisasi konsentrat tembaga tersebut diperkirakan menyumbang penerimaan negara hingga Rp80 triliun.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa Indonesia tidak hanya diuntungkan dari investasi senilai Rp58 triliun untuk pembangunan smelter dengan kapasitas input 1,7 juta ton konsentrat tembaga. Negara juga berpotensi meraup pendapatan tambahan berupa pajak, dividen, dan penerimaan negara bukan pajak lainnya.
"Saya hitung, penerimaan negara dari smelter ini bisa mencapai Rp80 triliun, yang paling penting bagi kami adalah bagaimana hal ini menguntungkan negara, baik di tingkat pusat maupun daerah," ungkap Jokowi saat meresmikan smelter Freeport di Kawasan Ekonomi Khusus JIIPE, Gresik, pada Senin (23/9).
Angka tersebut cukup signifikan karena bersumber hanya dari satu perusahaan. Pada hari yang sama, Presiden juga meresmikan smelter katoda tembaga milik PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN).
Seiring dengan beroperasinya smelter, Jokowi memerintahkan para menterinya untuk mempercepat penyelesaian perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) Freeport Indonesia, termasuk penambahan kepemilikan saham Indonesia sebesar 10%.
"Saya minta proses ini segera diselesaikan karena smelternya sudah rampung, dan ini adalah aset milik Indonesia," tegas Jokowi.
Direktur Utama Freeport Indonesia, Tony Wenas, membenarkan bahwa potensi penerimaan negara bisa mencapai Rp80 triliun per tahun dari smelter tembaga terbesar di dunia ini. "Dengan kenaikan harga tembaga dan emas, tahun ini penerimaan bisa mencapai US$5,7 miliar, atau sekitar Rp80 triliun," jelasnya.
Selain itu, smelter ini merupakan bagian dari program hilirisasi yang digalakkan pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral Indonesia. Pembangunan smelter ini juga mendukung pengembangan ekosistem kendaraan listrik dan transisi energi melalui pasokan tembaga yang menjadi komponen penting dalam industri tersebut.
Smelter ini juga berkontribusi pada produksi energi terbarukan dengan mampu mendukung pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) hingga 200 MW dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) hingga 600 MW per tahun.
Di samping penerimaan negara yang besar, smelter ini juga menyerap sekitar 2.000 tenaga kerja, dengan total 40.000 pekerja selama fase konstruksi. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa perusahaan tambang yang enggan membangun smelter di dalam negeri akan dievaluasi izin operasinya.
Bahlil juga akan melakukan inspeksi ke daerah-daerah untuk memastikan komitmen perusahaan tambang dalam proses hilirisasi. "Bagi perusahaan yang sudah diberikan izin namun tidak membangun smelter, saya akan segera melakukan inspeksi," ujarnya.
Secara terpisah, Institute for Development on Economics and Finance (Indef) menyebutkan bahwa keberadaan smelter Freeport Indonesia dapat mengurangi ketergantungan impor bahan baku katoda tembaga. Menurut peneliti Indef, Abra Talattoc, produksi dari smelter Freeport akan memperkuat sektor logam Indonesia dan membuka peluang bagi investasi asing di industri hilir domestik.